Langsung ke konten utama

Pikiran Melahirkan Sebuah Tindakan

“Kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah permulaan kesembuhan.” ~ Ibnu Sina

Mungkin kamu pernah merasa panik? Lalu, ada sensasi di tubuh kamu? Entah bagian ulu hati, dada, atau leher? Atau ketika kamu merasa cemas, emosi kamu menjadi nggak stabil? 

Dalam Terapi Berpikir Positif, dikatakan pada tahun 1986, penelitian Fakultas Kedokteran Universitas San Francisco menyebutkan 80% pikiran manusia bersifat negatif, dan itu memengaruhi perasaan, pikiran, serta penyakit yang mendera jiwa dan rasa. Jadi nggak heran, kalau tubuh kita jadi mudah sakit, boleh jadi pikiran kita terlalu mudah untuk cemaskan sesuatu. 

 Mau terbebas dari rasa cemas? Baca sampai tuntas. Oke? 

Cemas vs Bahagia?
“Kita hanya bisa merasakan satu perasaan, di satu waktu.” ~ Dale Cernegine

Pernahkah kamu ketika tertawa terbahak-bahak atau ngakak sampe guling-guling, di saat yang sama kamu merasa sedih nggak karuan? Rasanya mustahil itu terjadi, karena otak kita diciptakan untuk fokus pada hal-hal yang menurut kita penting, menurut kita layak jadi perhatian. Buktinya di waktu yang sama, ketika kamu membaca tulisan ini dengang fokus, kamu mengabaikan suara di luar, orang berbicara, detak jantung, hingga detak jam. Iya?

Menurut Arvan Pradiansyah dalam The 7 Laws of Happiness, “bahagia adalah memilih pikiran”. Ya, karena kita nggak bisa memilih keduanya. Ketika kita merasa bahagia, nggak ada celah untuk rasa cemas masuk ke ruang bahagia.

 “kok, memilih pikiran?”

Seperti yang dr. Jiemi katakan dalam Merawat Luka Batin, “pikiran hanyalah pikiran, bukan realitas”. 

Ketika kamu membayangkan ketakutan ketika presentasi di depan kelas, atau pergi keluar rumah takut terjadi hal yang tak diinginkan. Itu adalah pikiran yang kita putar di dalam benak. Yang sebenarnya bisa kita ganti dengan pikiran yang menyenangkan. 
Ini.

Robin Sharma mengatakan dalam The Monk Who Sold His Ferrari, “manajemen pikiran adalah inti dari pikiran”. Ketika kesadaranmu meningkat, bahwa rasa cemas dan bahagia adalah tentang pikiran, kamu akan menjaga betul pikiran tersebut.

Pikiran Melahirkan…
“Apa yang kita pikirkan, adalah apa yang kita rasakan” ~ The Science of Wealth

Sebelum kita merasa, adakah pikiran yang hadir? Lebih baik kita bahas yang satu ini dulu. Sebelum kita merasakan sesuatu, ada pikiran yang hadir dalam bentuk visual dalam pikiran kita. Cara termudah tau pikiran kita negatif atau positif adalah rasanya. 

Erbe Sentanu dalam Quantum Ikhlas mengatakan, “pikiran positif tapi rasanya nggak enak, itu pikiran negatif. Karena pikiran positif itu rasanya enak”.

Bisa dibayangkan pikiran yang melahirkan perasaan enak itu? Ya, damai, tenang, bahagia, apa pun itu namanya. Tapi, bagaimana ketika pikiran kita cemas dan terus mengulangnya lebih sering? Ya, kita menjadi merasa:

Nggak enakan sama orang lain;
Nggak percaya diri;
Merasa takut pada tempat yang tak semestinya;
Merasa insecure;
Merasa minder;
Overthinking.

Kita ambil contoh sederhana, ketika kita merasa nggak enakan, Itu artinya kita terlalu memikirkan respon orang lain, dengan berkata kepada diri sendiri “gimana kalau…”. Padahal kecemasan itu hanya ada di dalam pikiran kita. Maka dari itu, berasumsi itu berbahaya sekali, karena berhubungan dengan bagaimana kita merespon. Bukankah ketika kita berprasangka buruk kepada orang lain, kita akan merespon dengan posisi bertahan atau melindungi diri sendiri. Iya? Berbeda ketika kita berprasangka baik, kita bersikap terbuka. Jadi akar dari perasaan yang tak memberdayakan dan hadir bukan pada tempatnya, adalah perasaan cemas.

Kenapa Instagram memberikan fitur “menyembunyikan berapa orang yang suka”?Mungkin agar kita terbebas dari mencemaskan angka-angka itu, takut orang lain berpikir, “ah, likesnya kecil, berarti jelek nih”. Hehehe.....Padahal nggak juga. 

Ketika kita bermain sosmed, kita jadi memiliki ekspektasi. Ekspektasi ingin diterima, ingin disukai, dan diakui. Kalau itu nggak terpenuhi, ego kita yang jadi tersakiti. Hmm…Lagi – lagi itu hanya pikiran kita. 

Jadi pertanyaan, mau sampe kapan kita terus-menerus begitu? Apa gak capek? 

 

 



 


 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menemukan arti cukup bagi diri kita

Dalam kehidupan yang serba sibuk dan seringkali terpaku pada keinginan yang tiada henti, perasaan cukup seringkali terabaikan. Namun, apa sebenarnya perasaan cukup itu? Bagaimana kita bisa menemukan arti cukup bagi diri kita?  Perasaan cukup bukanlah tentang memiliki segalanya, melainkan tentang merasa puas dengan apa yang kita miliki saat ini. Ini adalah kesadaran diri yang memungkinkan kita untuk menghargai keberlimpahan dalam kehidupan kita, tanpa terus-menerus mengejar lebih. Perasaan cukup  bisa membawa kebahagiaan yang tahan lebih lama. Ketika kita merasa cukup, kita tidak lagi terjebak dalam lingkaran tanpa akhir dari keinginan tak terpenuhi. Ini membantu kita memperkuat koneksi dengan diri sendiri, orang lain, dan dunia di sekitar kita. Di tengah kecenderungan budaya konsumtif dan tekanan untuk terus berprestasi, menemukan perasaan cukup bisa menjadi sebuah tantangan. Media sosial dan standar sosial juga dapat mempengaruhi persepsi kita tentang apa yang cukup. Dalam buku psy

| semester 2 | Hubungan masyarakat (modul 1) SKOM4103

| Gejala humas dalam kehidupan masyarakat | Hubungan masyarakat (PR) memainkan peran penting dalam kehidupan manusia, baik pada tingkat individu dan masyarakat. Gejala PR dalam kehidupan manusia dapat diamati dalam berbagai aspek, antara lain hubungan personal, manajemen organisasi, dan urusan publik. Pada tingkat pribadi, PR terbukti dalam cara individu berinteraksi satu sama lain. Komunikasi yang efektif dan interaksi positif sangat penting untuk membangun dan memelihara hubungan yang sehat. Keterampilan PR seperti mendengarkan aktif, empati, dan resolusi konflik sangat penting dalam membina hubungan pribadi yang positif. Dalam manajemen organisasi, PR sangat penting untuk membangun dan memelihara citra positif bagi organisasi. Ini termasuk mengelola reputasi organisasi, berkomunikasi dengan pemangku kepentingan, dan menyelesaikan konflik. PR yang efektif dapat membantu organisasi mencapai tujuannya dengan membangun kepercayaan dan kredibilitas dengan para pemangku kepentingannya. Da

Menjadi lebih baik dengan filosofi orang Jepang

Tentu kita ketahui bersama bahwa orang Jepang memiliki tingkat produktivitas yang tinggi. Tetapi pernahkah kita berpikir "apa yang melandasi mereka agar bisa seperti itu?" . Jawabannya ada di dalam filosofi-filosofi yang dibangun dan diterapkan sejak kecil. Kali ini saya akan membahas 4 filosofi yang bisa kalian tiru dan terapkan untuk bisa menjadi pribadi yang lebih baik versi orang Jepang. 1. Filosofi Ikigai  Yang pertama adalah ikigai, mungkin kalian sudah tidak asing lagi mendengar filosofi yang satu ini. Ikigai atau lebih mudahnya kita bisa bilang "alasan untuk bangun pagi". Jadi orang Jepang itu selalu punya sebuah alasan untuk mereka beraktivitas di esok hari, mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang harus mereka tinggalkan. Hal semacam ini tentu memudahkan kita untuk bisa lebih produktif dan termotivasi dalam melakukan sesuatu.  Ikigai juga mengajarkan untuk terus mempunyai alasan dalam mengejar impian kita, karena s