kenapa kita cemas? karena kita takut. Lebih tepatnya tidak siap dengan hal yang tidak kita ketahui. Mungkin kamu pernah dikagetin seseorang? Gimana rasanya? terkejut, bukan?
Pikiran kita canggih sekali, terkadang membawa masa lalu ke masa sekarang dengan alasan takut dengan kejadian lalu terulang kembali. padahal masa lalu dengan masa sekarang berbeda sekali.
Juga ketika mencemaskan masa depan, karena takut nggak bisa seperti sekarang. padahal masa depan tergantung hari ini, maksudnya kalau kita berproses, hukum alam nggak akan pernah salah. nggak mungkin batu yang dilempar akan terbang ke atas, pasti ke bawah. Menetapkan target itu perlu tapi lupakan saja, fokus ke hal yang kita bisa lakukan hari ini. oke?
Nah untuk itu, hari ini saya akan membahas 3 cara untuk menangkal perasaan cemas itu, dibaca sampe habis ya..
Pertama, siap dengan kemungkinan terburuk
Agar makin jelas, kita terapkan saat kita ingin posting di instagram atau blog.
“apa kemungkinan terburuk kalau aku posting ini? Nggak ada yang like, komen, bahkan share? Nggak ada yang berkunjung, yang artinya nggak ada yang baca.”
“apa kamu siap?”
“nggak siap!”
nah, kita jeda dulu dialognya.
Ada dua respon yang dijawab oleh diri kita sendiri, “ya” atau “tidak”. Kalau dirimu menjawab “ya”, artinya selesailah perasaan cemas itu. Toh, kalau nggak ada yang respon memang sudah siap dengan kemungkinan terburuknya dan kita jadi nggak berekspektasi kepada apa yang kita lakukan serta orang lain.
Tapi kalau jawabannya “nggak”, pertanyaan selanjutnya.
“gimana biar itu nggak terjadi?”
Berarti mencari cara agar bisa menarik perhatian audiens, bagaimana tulisan kita masuk google. Artinya kita perlu belajar lagi, agar apa yang kita cemaskan nggak terjadi. Kalau pun sudah belajar, ternyata belum ada dampak, ya, terus belajar, sampai bisa mendapatkan yang diinginkan. Bukankah ada kutipan “untuk mendapatkan apa belum inginkan, lakukan apa yang belum pernah kita lakukan sebelumnya”?
Kedua, Manajemen Pikiran
“manajemen pikiran adalah inti dari manajemen kehidupan” - Robin Sharma
Masih ingat sebelumnya? Kalau kita hanya bisa merasa di satu waktu, dan pikiran hanyalah pikiran, bukan realitas. Masih ingat?
Ketika kita ingin bahagia, yang perlu kita lakukan adalah memilih pikiran. Karena di dalam aksi kebaikan pun tetap ada prasangka buruk. Ibarat selalu ada ilalang tumbuh di kebun, meski kita nggak pernah menanamnya. Ketahuilah bahwa bahagia itu dari dalam bukan dari luar. Bahkan dunia luar, tergantung dunia dalam.Maksudnya realitas yang kita lihat, tergantung dunia batin yang kita rasakan.
Masih ingat juga kan? Kalau apa yang kita pikirkan, adalah apa yang kita rasakan. Maka penting sekali untuk merawat rasa bahagia dengan memilih pikiran yang memberdayakan, membahagiakan, dan menyenangkan.
“tapi, aku masih sulit untuk berpikir positif, Kak?”
Kalau ada kemungkinan terburuk, artinya ada kemungkinan lain yang bisa kita bayangkan. Kalau perasaan udah terlanjur nggak nyaman, hentikan membayangkan atau memikirkan. Istirahatkan pikiran terlebih dahulu.
Oke? Karena hal itu akan sangat memengaruhi….
Ketiga, Seni Merespon Keadaan
Cara kita merespon...Ya, kalau kita merasa nggak nyaman, respon kita jadi reaktif bukan responsif.
Misalnya kamu di posisi nggak punya uang, lalu dikatain “ah, miskin lu. Gitu aja nggak bisa beli”. Kalau kita reaktif, kita langsung marah, kalau kita responsif, kita diam dan memilih tidak merespon. Karena tidak merespon adalah respon.
Kalau Mario Teguh mengatakan, “bukan perkataan orang lain yang membuat kita tersinggung. Tapi diri kita yang nggak nyaman dengan perkataan tersebut”.
Kembali lagi ke apa yang kita pikirkan adalah apa yang kita rasakan. Karena yang membuat kita marah adalah pikiran kita yang ingin merespon dengan kemarahan bukan kedamaian. Betul, ini nggak mudah, tapi bukankah jauh lebih nggak mudah ketika kata-kata yang menyakitkan itu ditarik kembali? :)
Pikiran Seperti Otot, Perlu Dilatih
“Taman pikiran perlu dirawat dan dijaga, agar terbebas dari sampah” - Robin Sharma
Bisa kamu bayangkan, ketika kamu memiliki taman, lalu ada seorang temanmu datang membawa sampah, lalu ingin membuang sampah tersebut di tamanmu.
Apakah kamu setuju? Apakah kamu rela?
Tentu saja nggak, kan?
Pikiran itu ibarat otot, perlu dilatih agar kekuatannya menjadi maksimal. Apa yang perlu kita latih? Ya, itu tadi merawat pikiran dari ilalang yang tumbuh di kebun, atau hama yang mengganggu keindahan taman.
Lalu, terbiasa untuk fokus pada hal yang kita kerjakan saat itu. Latihan fokus pada satu perhatian. Ketika makan, ya, makan. Ketika bekerja, ya, bekerja. Ketika istirahat, ya, istirahat. Jadi kita perlu merawat taman pikiran setiap saat, agar tidak segera muncul ilalang yang mengganggu dan mengusik perasaan damai kita.
Komentar